PARMALIM DAN SIPELEBEGU


 Agama Parmalim, Ugamo Malim adalah sebuah kepercayaan kuno yang dianut masyarakat Batak di Indonesia, sangat jauh sebelum masuknya agama – agama yang telah disetujui oleh negara Republik Indonesia seperti saat ini. Para penganut kepercayaan ini disebut sebagai Parmalim. Ugamo Malim ini menganut kepercayaan pada satu Tuhan yang disebut sebagai Mulajadi Nabolon yang berarti Sang Awal Penjadi Yang Agung. Para penganut Ugamo Malim atau yang disebut sebagai Parmalim tersebar di wilayah Sumatera Utara, terutama di sekitar Danau Toba, seperti Samosir, ,Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Dairi, Toba, Humbang Hasundutan, Simalungun dan Pak Pak Bharat.

Ugamo Malim mengajarkan untuk selalu memelihara alam yang menjadi tumpuan hidup dan anugerah yang telah diberikan oleh Mulajadi Nabolon yang harus dijaga. Spiritualitas memelihara alam sekitar juga dipadukan dengan rasa berserah diri kepada Mulajadi Nabolon.

Dalam menjalankan kepercayaannya para Parmalim melakukan ritual – ritual upacara persembahan atau dikenal dengan istilah pelean. Untuk mempersiapkan perlengkapan ritual ini harus dilakukan dengan sangat teliti seseuai dengan tata laksana dan ketentuan yang disebut dengan pati.

Orang – orang yang selalu melakukan upacara ritual ini disebut dengan parugama atau parugamo. Parmalim sendiri berasal dari singkatan Parugamo Malim, yang berarti para penghayat kepercayaan Ugamo Malim.

Awalnya, Parmalim adalah gerakan spiritual untuk mempertahankan adat istiadat dan kepercayaan kuno yang terancam disebabkan agama baru yang dibawa oleh Belanda. Gerakan ini lalu menyebar ke tanah Batak menjadi gerakan politik atau ‘Parhudamdam’ yang menyatukan orang Batak menentang Belanda. Gerakan itu muncul sekitar tahun 1883 atau tujuh tahun sebelum kematian Sisingamangaraja XII, dengan pelopornya Guru Somalaing Pardede.

Istilah Parmalim merujuk kepada penganut agama Malim. Agama Malim yang dalam bahasa Batak disebut Ugamo Malim adalah bentuk moderen agama asli suku Batak. Agama asli Batak tidak memiliki nama sendiri, tetapi pada penghujung abad kesembilan belas muncul sebuah gerakan anti kolonial. Pemimpin utama mereka adalah Guru Somalaing Pardede. Agama Malim pada hakikatnya merupakan agama asli Batak, namun terdapat pengaruh agama Kristen, Katolik, dan juga pengaruh agama Islam.

Agama ini tidak mengenal Surga atau sejenisnya,sepeti agama umumnya, selain Debata Ompung Mula jadi Na Bolon (Tuhan YME) dan Arwah-arwah leluhur, belum ada ajaran yang pasti reward atau punisnhment atas perbuatan baik atau jahat, selain mendapat berkat atau dikutuk menjadi miskin dan tidak punya turunan.

Tujuan upacara agama ini memohon berkat Sumangot dari Debata Ompung Mula jadi Na bolon (Tuhan YME), dari Arwah-arwah leluhur, juga dari Tokoh-tokoh adat atau kerabat-kerabat adat yang dihormati, seperti Kauma Hula-hula (dari sesamanya). Agama ini lebih condong ke paham Animisme. Agama ini bersifat tertutup, masih hanya untuk suku Batak, karena upacara ritualnya memakai bahasa Batak, dan setiap orang harus punya marga, tidak beda dengan agama-agama suku-suku animisme dibelahan bumi lainnya, sifatnya tidak universal.

Tuhan dalam kepercayaan Malim adalah “Debata Ompung Mula Jadi Na Bolon” (Tuhan YME) sebagai pencipta manusia, langit, bumi dan segala isi alam semesta yang disembah oleh “Umat Ugamo Malim” (“Parmalim”). Agama Malim terutama dianut oleh suku Batak Toba-Provinsi Sumatera Utara yang masih ada sekitar Kurang Lebih 5000 KK di Kab.Tobasa dan berserak di sejumlah daerah Perantuan.

Sejak dahulu kala terdapat beberapa kelompok Parmalim namun kelompok terbesar adalah kelompok Malim yang berpusat di Huta Tinggi, Kecamatan Laguboti, Kab. Toba Samosir. Hari Raya utama Parmalim disebut Si Pahasada (yaitu ‘[bulan] Pertama’) serta Si Pahalima (yaitu ‘[bulan] Kelima) yang secara meriah dirayakan di kompleks Parmalim di Huta Tinggi.

Dari sejumlah artikel Profesor Dr Uli Kozok MA dari University of Hawaii, Minoa, USA, mengatakan, Sisingamangaraja XII bukan beragama Islam, Kristen maupun Parmalin melainkan beragama Batak Asli. “Selama ini banyak kontroversi yang terjadi dimasyarakat tentang agama yang dianut Sisingamangaraja XII. Ada yang mengatakan dia beragama Kristen, maupun Islam, bahkan tidak sedikit yang menyebut dia beragama Parmalin yang menurut sebagian orang merupakan agama aslinya orang-orang Batak,” katanya, di Medan, Kamis. Menurut dia, Parmalin bukanlah agama asli orang Batak. Parmalin merupakan agama kombinasi atau perpaduan dari agama Islam dan Kristen.

Ketika agama Parmalin berkembang di Tanah Batak, Sisingamangaraja XII sendiri sudah berada di Dairi dalam pengungsian menghindari serbuan-serbuan dari tentara Belanda.

“Jadi agama Sisingamangaraja XII adalah Batak asli yang usianya jauh lebih tua dari agama Parmalin,” katanya. Mengenai bukti-bukti yang ditunjukkan dalam stempel Sisingamangaraja XII yang menggunakan aksara campuran Batak Mandailing Angkola, Arab Melayu dan Kawi juga tidak membuktikan bahwa ia telah memeluk agama Islam. Sebagai seorang yang mengklaim dirinya penguasa di tanah Batak, sudah selayaknya Sisingamangaraja XII memilik sebuah stempel sebagai lambang kebesarannya dan wajar saja jika dia menggunakan aksara Arab Melayu dalam stempelnya kerena saat itu Bahasa Melayu sudah menjadi bahasa pengantar di Sumatera.

Oppu Mula Jadi Nabolon dipercaya sebagai pencipta alam semesta yang tak berwujud. Dia mengutus manusia sebagai perantaranya, yaitu Raja Sisingamangaraja, yang juga dikenal dengan Raja Nasiakbagi. Raja Nasiakbagi adalah istilah untuk kesucian atau hamalimon serta jasa-jasa sang raja hingga akhir hayat yang tetap setia mengayomi Bangsa Batak. Dengan begitu, agama Parmalim meyakini Raja Sisingamangaraja dan utusan-utusannya mampu mengantarkan Bangsa Batak kepada Debata atau Tuhan.

Ada 3 (tiga ) tokoh yang sangat berperan dalam Agama Parmalim yaitu,

1. Sisingamangaraja XII: (Raja Nasiakbagi) adalah tokoh yang diyakini sebagai utusan

Ompung Mulajadi Na Bolon untuk orang Batak .

2. Guru Somalaing Pardede:adalah tokoh karismatik beliau sebagai sebagai tokoh spritual, politik ahli strategi dan beliauselalu nekad melakukan aksi pengorganisasian Hamalimon, Oleh Karenanya Sisingamangaraja XII lebih mempercayainya sebagai penasehat Perang. Disamping itu Guru Somalaing Pardede memiliki wawasan dan ilmu yang luas, oleh karenanya seorang ilmuawan dari Italy bernama Modigliano sangat mengharap bantuan Guru Somalaing Pardede untuk mendampinginya dalam perjalanan nya keliling tapanuli hingga Asahan. Tidak mustahil ilmu dan wawasan Guru Somalaing Pardede bertambah baik dibidang Obat-obatan, dan spritual, perkenalan beliau membuatnya mengenal Maria ibunda Jesus dan Jesus sendiri. Begitu juga sebelumnya beliau lebih dahulu mengenal ke spritualan Islam, menurut DR. L.manik Guru Somalaing pernah menuntut Ilmu perang di Aceh dengan rekomindasi Panglima- Aceh yang diperbantukan pada Sisingamangaraja. Dengan demikian kemungkinan besar Ajaran agama Parmalim yang ditokohi Guru Somalaing Pardede.

3. Raja Mulia Naipospos: Sebelum menjadi pemimpin Parmalim Huta tinggi, Beliau adalah Raja Parbaringin bius Lagu boti.Raja Mulia memegang teguh peranannya untuk tidak muncul sebagai sosok perlawanan anti kolonial, sehingga lebih didekatkan kepada Missionaris Nommensen di Sigumpar. Ini merupakan pengkaderan secara terselubung agar tidak segeradipatahkan oleh gerakan misi kristen dan penjajah. Dengan Sikap beliau maka Agama Parmalim dapat eksis hingga kini.

Jadi Parmalim sebagai Agama monoteis (menurut keyakinan penganutnya) juga mempunyai sekte-sekte Yaitu: Parmalim sekte rasulnya Guru Somalaing berkedudukan di Balige, Parmalim sekte di Huta Tinggi, Laguboti, yang dipimpim Rasul Raja Mulia Naipospos. Sekte dengan Rasul Guru Mangantar Manurung di Si Gaol Huta Gur-gur, Porsea. Sekte lain yang sudah pudar adalah Agama Putih dan Agama Teka. Meskipun demikian Sekarang Agama Parmalim yang berpusat di Huta Tinggi Laguboti adalah Agama Parmalim yang sanagt menonjol.

Tempat ibadah Umat Parmalim disebut Bale Pasogit.

Jika melihat fisik bangunan rumah ibadah Parmalim, Bentuk bangunan Bale Pasogit menyerupai gereja pada umumnya. Namun, dilengkapi lapangan yang cukup luas yang digunakan umat Parmalim merayakan hari besar mereka. Maka pada atap bangunan terdapat lambang tiga ekor ayam. Lambang Tiga ayam ini punya warna yang berbeda, yaitu hitam lambang kebenaran, putih lambang kesucian dan merahlambang kekuatan atau kekuasaan. Merupakan lambang ”partondion” (keimanan). Konon, menurut ajaran Parmalim, ada tiga partondian yang pertama kali diturunkan Debata ke Tanah Batak, yaitu Batara Guru, Debata Sori dan Bala Bulan. Sementara ayam merupakan salah satu hewan persembahan (kurban) kepada Debata. Saat itulah tari tor-tor digelar sebagai bentuk pemujaan. Tarian itu diiringi Gondang Sabangunan yang merupakan alat musik orang Batak. Tari tor-tor dipercaya sebagai salah satu bentuk persembahan juga.



SIPELEBEGU

Ugamo Sipelebegu adalah agama asal suku Batak sebelum kedatangan Islam & Kristen ke tanah Batak. Malah di katakan bahwa agama ini adalah perintis agama Parmalim yang telah di asaskan oleh Sisingamangaraja XII dengan pelopornya Guru Somalaing.

Banyak yang menganggapnya bukanlah agama melainkan hanya sekedar tradisi karna sistem kepercayaan ini sudah melekat dengan kehidupan masyarakat Karo sejak lama. Karena di sebut sebagai agama tradisi, para pemeluk agama tradisi ini masih menjalankan segala ritual yang ada dalam ajaran agama suku itu.

Tidak hanya para pemeluk saja yang menjalankan ritual tersebut, tetapi orang Karo yang telah memeluk agama lain seperti agama Kristen / Islam juga turut menjalankan beberapa ritual yang di anggap sebagai bagian dari adat ini.

Sipelebegu, Pelebegu / Hasipelebeguan berasal dari kata pele / memberikan sesaji & begu / roh. Di tanah Karo, agama ini di sebut Perbegu. Sebutan Perbegu di berikan penjajah melalui gereja pada orang yang di anggap tidak percaya pada Tuhan YME.

Padahal, Perbegu itu di maknai sebagai penyembah setan. Banyak yang tidak setuju dengan penamaan Perbegu yang di berikan penjajah. Masyarakat Karo sendiri pada awalnya tidak memberi nama apapun terhadap kepercayaannya itu.

Orang Karo meyakini bahwa alam semesta di isi oleh sekumpulan tendi. Hal ini sesuai dengan keyakinan orang Karo yang sangat dekat dengan suatu bentuk kepercayaan / keyakinan terhadap kehidupan jiwa yang keberadaannya di bayangkan sama dengan roh gaib.

Mereka percaya pada kekuatan alam, oknum dan jin yang masing – masing memiliki kekuatan tersendiri. Ada pengisi alam yang unik, dimana sebagian orang menganggap kekuatannya melebihi kekuatan manusia, di mana ia harus di sembah & di ambil hatinya.

Selain itu, kejadian alam seperti banjir, gempa, penyakit dsb yang sangat membahayakan adalah perbuatan oknum tertentu yang mempunyai kekuatan. Si oknum tersebut, menurut pemeluk kepercayaan Sipelebegu, mau datang ke rumah & mempunyai tubuh serta dapat berpindah.

Ia juga berbentuk tendi tapi tidak kelihatan & mempunyai sahala. Sehingga menurut penganut agama ini, si oknum yang memiliki kekuatan tadi harus di sembah agar terhindar dari bahaya.

Oleh karna itu, mereka memberikan sesaji pada roh baik berupa makanan, minuman / sesuatu benda ke makam, pohon besar, tempat yang di yakini keramat & angker. Mereka juga mempercayai kekuatan datu yang memiliki kemampuan yakni meramal melalui melihat hari.

 Cerita tentang tata cara penyembahan & asal mula pengetahuan ahli mimpi serta dukun di peroleh dari suatu pokok kayu besar, seperti yang di uraikan para guru mereka secara turun – temurun,

Telah di ceritakan & menjadi bahan pengetahuan generasi berikutnya serta telah menjadi cerita rakyat tentang latar belakang terjadinya pengetahuan pada para dukun itu. Di mana cerita yang di maksud akan teringat bila ada orang yang di rasuk begu – beguan.

Pada abad 1 Masehi, terjadi migrasi orang India Selatan ke Indonesia, termasuk ke Sumatra. Yang pertama adalah migrasi penganut agama Hindu & gelombang kedua adalah yang memperkenalkan agama Budha. Mereka mengajarkan aksara sansekerta & pallawa serta agama Hindu – Buddha

Pengaruh mereka masih tampak dalam kepercayaan Karo. Maka tidak heran bila sistem kepercayaan & sistem masyarakat di pengaruhi oleh ke – 2 agama tersebut.Pada tahun ’46, masyarakat Karo melalui ketua adatnya memberikan nama agama Pemena kepada sistem kepercayaan itu .

Agama ini di anut oleh masyarakat Mandailing, Angkola, Karo & Pakpak sebelum Islam di sebarkan ke seluruh Sumatera Utara. Kepercayaan inilah yang di anut oleh orangtua yang mendiami daerah terisolir di Sumatra Utara dahulu kala.


Sumber : 

Wahyudi.(2015).sipelebegu.Depok;sejarahkumu.blogspot.com

Setiawan, Rahmat Rizky.(2022).agama parmalim dan tradisinyaJambi;kilasjambi.com

Amin,Medi.(2019).siperlebegu;Aceh

Agusti,feri aliran parmalim dalam pandangan Islam. (Jakarta: PT Elex Media Komputindo).


Komentar

Postingan Populer