MUNCULNYA YOGYAKARTA, PAKUALAMAN, SURAKARTA, MANGKUNEGARAN (PROJO KEJAWEN)
Sunting : Rizky septino
Setelah Yogya menyatakan bergabung dengan RI dan dihormati status keistimewaannya berdasar konstitusi, Pemerintah Pusat juga menghargai dua kerajaan Jawa lainnya yang ada di Surakarta (Kasunanan dan Mangkunegaran). Sultan HB IX sendiri mengutus dutanya untuk mengajak kedua kerajaan itu guna membangun sebuah daerah isimewa di dalam NKRI. Seandainya jadi, mungkin akan bernama Daerah Istimewa Mataram yang merupakan kesatuan dari keempat kerajaan (Kasultanan dan Pakualaman Yogya serta Kasunanan dan Mangkunegaran Surakarta).
Keempat kerajaan Jawa (projo kejawen) ini sama-sama mempunyai organisasi sosial-politk tersendiri. Keempatnya memenuhi syarat untuk disebut sebagai daerah istimewa sebab masing-masing mempunyai ”susunan asli”. Sayangnya perkembangan di Surakarta berbeda, tidak kondusif. Maka akhirnya hanya Yogyalah yang menjadi daerah istimewa.
Empat Kerajaan Jawa
Sejarah berdirinya empat kerajaan Jawa (projo kejawen) itu adalah sebagai berikut. Pada dasarnya, keempatnya adalah kelanjutan dari kerajaan Mataram Islam yang mencapai puncak kejayaan pada masa Sultan Agung, Ketika Mataram Islam diperintah Paku Buwono II (1727-1749), kerajaan besar di tanah Jawa itu berhasil dikuasai VOC (Belanda). Belanda berhasil memaksakan Perjanjian Ponorogo (1743) sehingga berhak atas daerah-daerah pelayaran dan perdagangan yang semula dikuasai Mataram.
Pascaperjanjian Ponorogo itu, Belanda semakin mencengkeram Mataram Islam. Sistem pemerintahan Mataram, khususnya menge. hai pengangkatan dan pemberhentian pepatih dalem dan para bupati, dikendalikan oleh Belanda. Karena tekanan politis yang semakin besa, maka sejak 11 Desember 1749, Mataram tidak lagi berdaulat secarg de jure dan de facto karena PB II menyerahkan kedaulatannya kepad, Belanda.
Namun, seperti telah diuraikan dalam bab dua, meruntuhkan Mataram tidak semudah membalikkan tangan. Seorang pangeran ber. nama Mangkubumi tidak terima dengan penyerahan kedaulatan dan sikap lemah PB II itu. Sang pangeran bersama tiga pangeran lainnya (Pangeran Wijil, Pangeran Krapyak, dan Pangeran Hadiwyjoyo) bergabung dengan Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) untuk berperang melawan Belanda. Mereka memberontak sampai akhirnya berhasil merebut kembali wilayah Mataram dari kekuasaan Belanda. Akhirnya, sebagian besar wilayah Mataram berhasil mereka kuasai.
Keberhasilan perjuangan Pangeran Mangkubumi itu menghasilkan sebuah perjanjian politik yang membuka lembaran baru sejarah Mataram, Pada 23 September 1754, Belanda bernegosiasi dengan Pangeran Mangkubumi dan berjanji untuk memberi setengah dati wilayah kerajaan Mataram. Akhirnya, dibuatlah Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) yang merupakan kesepakatan bersama antara Pangeran Mangkubumi, Paku Buwono III (pengganti Paku Buwono II), dan Pemerintah Belanda (Gubernur Hartingh). Perjanjian Giyanti betis ketetapan bahwa kerajaan Mataram dibagi menjadi dua. Setengahnya, yaitu Kasultanan Yogyakarta diberikan kepada Pangeran Mangkubumi. Setengahnya lagi, yaitu Kasunanan Surakarta yang diberikan kepada Paku Buwono III. Dengan demikian Perjanjian Giyanti merupakan titik awal berdirinya dua kerajaan penerus Mataram, yaitu Kasultanan Yogya (Ngayogyakarto Hadiningral) dan Kasunanan Surakarta.
Bagaimana dengan kemunculan dua kerajaan lainnya? Dinamika politik dan perjuangan melawan penjajah memunculkan kerajaan baru bernama Mangkunegaran. Pada tanggal 17 Maret 1757, ditandatanganilah perjanjian damai (Perjanjian Salatiga) antara Mas Said, Sultan Hamengku Buwono I, Sunan Paku Buwono Ii, dan Belanda. Pascaperjanjian Giyanti, Mas Said menyerang Kraton Yogya. Kemudian pasukan gabungan Yogya-Solo-Belanda melawan Mas Said. Pada 1756 Mas Said menyerah kepada Paku Buwono III. Lalu pada 1757 diadakan perjanjian Salatiga. Mas Said sepakat janji setia pada Hamengku Buwono I, Paku Buwono III, dan Belanda. Mas Said diberi wilayah oleh Paku Buwono III, tapi tidak mendapat secuil wilayah pun dari Hamengku Buwono I. Berdasarkan perjanjian itu, Mas Said mendapatkan sebagian daerah Surakarta serta berhak menguasainya dengan gelar Pangeran Adipati Ario Mangkunegoro. Dengan demikian, di Surakarta terdapat dua kerajaan, yaitu Kasunanan dan Mangkunegaran.
Sementara itu, ketika Inggris mengambil alih kekuasaan penjajah Belanda, lahirlah sebuah kerajaan baru di Yogyakarta, yaitu Kadipaten Pakualaman. Saat itu, Gubernur Jenderal Raffles menilai bahwa Sri Sultan HB II dan Sunan Solo tidak menaati Perjanjian Tuntang. Karena itu, Sultan HB II dipaksa oleh Raffles untuk turun tahta. Kemudian, Raffles mengangkat Sri Sultan HB III dengan mengurangi daerah kekuasaan Kasultanan Yogya. Sebagian dari wilayah kekuasaan Kasultanan diberikan kepada Pangeran Notokusumo yang merupakan Saudara dari Sri Sultan HB II. Daerah otonom ini—sebagian di dalam kota dan sebagian di daerah selatan Yogya (Adikarto) — menjadi ‘sebuah kadipaten baru yang dikuasai dan dipimpin oleh Pangeran Notokusumo tersebut. Pada 17 Maret 1813, Pangeran: Notokusumo mengukuhkan tahtanya dan bergelar Pangeran Adipati Paku Alam I,
Sejak itu, dimulailah pemerintahan Pakualaman sebagai sebuah kerajaan yang bersifat otonom, yang berciri mempunyai kedauatan, wilayah kekuasaan, rakyat, simbol-simbol, dan bahkan sempat memiliki kekuatan militer tersendiri (pada era Paku Alam V). Paku Alam disebut Adipati karena ia adalah seorang Bupati Mardika (raja yang otonom).
Pangetan Notokusumo alias Pangeran Adipati Paku Alam } (1813-1829) menjadi peletak dasar kebudayaan Jawa dalam Kadipaten Pakualaman. Kepada para putra sentana, PA I memberi pelajaran saing dan tata negara. Beberapa karya sastranya adalah: Kitab Kyai Sujarah Darma Sujayeng Resmi (syair), Serat Jati Pustaka (sastra suct), Serat Rama (etika), dan Serat Piwulang (etika). Ia wafat pada tanggal 19 Desember 1829,
Keunikan Keempat Projo Kejawen
Dalam sejarah perkembangannya, menunjukkan bahwa keemput projo kejawen ita masing-masing memiliki keunikan yang satu sama jain saling melengkapi. Kasultanan Yogya bertumbuh kuat dalam hd *kaprajuritan” sehingga budaya dan sikap politiknya lebih bersifat vsioner, tegas, dan taat asas. Pakualaman Yogya lebih bertumbuh sebagai pengembang dunia pendidikan. Ki Hadjar Dewantoro (189?1959) adalah tokoh pendidikan nasional yang berasal dari keluarga Pakualaman. Ayahnya adalah Soerjaningrat, putera dari Paku Alam III. Kakaknya yang bernama R.M. Soerjopranoto juga dikenal sebagai tokoh nasionalis kritis yang peduli pada nasib rakyat kecl Soerjopranoto yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pernah dipenjara (1923 dan 1933) karena aktivitasnya sebagai penggerak rakyat untuk melawan penjajah.
Sumber :
Baskoro,Haryadi&Sudomo Sunaryo.wasiat HB IX (Yogyakarta kota republik).Galang press; Yogyakarta,2011
Komentar
Posting Komentar