KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN DINASTI ABBASIYAH DI PERIODE KLASIK


 Sunting : Febiola Br Brutu

A. Faktor Keruntuhan Dinasti Abbasiyah

Hancurnya dinasti Abbasiyah berawal dari semakin merosotnya eksistensi kekuasaan Abbasiyah. Disintegrasi terjadi di beberapa wilayah. Masing masing penguasa memproklamirkan wilayahnya terbebas dari Abbasiyah di Baghdad. Pendapatan negara menurun,sedangkan pengeluaran meningkat tajam. Menurunnya pendapatan negara karena semakin kecil wilayah kekuasaan,banyaknya dinasti kecil yang merdeka dan tidak lagi membayar upeti.

Pengeluaran yang membengkak antara lain disebabkan kehidupan mewah para Khalifah dan pejabat yang semakin mewah dan melakukan korupsi. Kondisi seperti ini mengakibatkan negara mengalami kelemahan pertahanan. Disamping itu,di wilayah Al Quds,Umay Islam sedang berhadapan dengan pasukan salib untuk mempertahankan wilayah ini.

Jadi beberapa faktor Internal dan Eksternal yang menyebabkan keruntuhan dinasti Abbasiyah ialah :

Internal

- Adanya persaingan politik keluarga kerajaan

- Kehidupan keluarga kerajaan yang megah

- Pendapatan Negara turun yang mengakibatkan kelemahan Abbasiyah

Eksternal

- Serangan Mongol

- Malukul Thawaif yang sudah memisahkan dari Abbasiyah mengakibatkan kehilangan wilayah dari Abbasiyah

Dinasti Abbasiyah dipimpin oleh 37 Khalifah selama lima setengah abad (132-656 H/ 750 - 1258 M) diantaranya sebagai berikut :

Dari Bani Abbas

1. Abu Abbas as saffah (750-754 M)

2. Abu Ja'far Al Mansur (754 - 775 M)

3. Al Mahdi (775 - 785 M)

4. Musa Al Hadi (785-786 M)

5. Harun Ar Rasyid ( 786 - 809 M)

6. Al Amin (809 - 813 M)

7. Al Makmun ( 813 - 833 M)

8. Al mu'tasim ( 833 - 845 M)

9. Al wasiq ( 842 - 847 M)

10. Al muttawakkil ( 847 - 861 M)

11. Al Muntasir Billah (861-862 M)

12. Al Musta'in Billah (862-866 M)

13. Al Mu'taz Billah (866-869 M)

14. Al Muhtadi Billah (869-870 M)

15. Al Mu'tamad Billah (870- 892 M)

16. Al Mu'tada Billah (892-902 M)

17. Al muktafi Billah (902-908 M)

18. Al muqtafir Billah (908-932 M)

Dari Bani Buwaih

19. Al Qahir Billah (932-934 M)

20. Al Radi Billah (934-940 M)

21. Al Muttaqi lillah (940-944 M)

22. Al Musaktafi al-allah (944-946 M)

23. Al Muti' Lillah (946-974 M)

24. Al Tai'i Lillah (974-991 M)

25. Al Qadir Billah (991-1031 M)

26. Al Qa'im (1031-1075 M)

Dari Bani Saljuk

27. Al Mu'tadi Biamrillah (1075-1094 M)

28. Al Mustadir Billah (1094-1118 M)

29. Al Mustarsyid Billah (1118-1135 M)

30. Al Rasyid Billah (1135-1136 M)

31. Al Muqtafi Liamrillah (1136-1160 M)

32. Al Mustanjid Billah (1160-1170 M)

33. Al Mustadi'u Biamrillah (1170-1180 M)

34. An Nasir Liddinillah (1180-1225 M)

35. AZ Zahir Biamrillah (1225-1226 M)

36. Al Mustansir Billah (1226-1242 M)

37. Al Mu'tasim Billah (1242-1258 M)[1]

Disini kita melihat bahwa setiap periode Abbasiyah banyak mendapat pengaruh asing termasuk dari Buwaihi dan Seljuk ini adalah faktor yang membuat Abbasiyah semakin lemah dan Khalifah hanya dijadikan sebagai alat boneka tetapi penguasa sebenarnya adalah dari orang orang Buwaihi dan Seljuk.

Pada khalifah ke 37 Al Mu’tasim Billah inilah yang menjadi akhir periode Abbasiyah karena serangan Mongol dan kehancuran kota Baghdad.

B. Jalan Keruntuhan Dinasti Abbasiyah

Dengan demikian, dinasti Abbasiyah semakin lemah karena mengalami ancaman dari kekuatan luar dan penggerogotan keamanan. Hal ini merupakan 2 masalah yang sangat serius. Inilah yang menjadikan Dinasti Abbasiyah tinggal menunggu waktu kehancurannya.

Serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu terjadi pada masa kepemimpinan Al Mu'taşim Billah pada tahun 656 H. Dalam perperangan yang berlangsung selama 40 hari. Khalifah Al-Mu' taşim terbunuh. Akibat serangan ini, dunia Muslim tidak memiliki khalifah sekitar tiga setengah tahun hingga didirikannya kekhilafahan di Mesitr.

Hulagu Khan cucu Jenghis Khan meneruskan kepemimpinan kakeknya pada 1258 M berhasil menghancurkan kota Baghdad. Khalifah Al Mu'tasim beserta keluarga,Qadhi,pengawal berjumlah 300 orang,dan segenap menterinya menawarkan penyerahan diri tanpa syarat,tapi sepuluh hari kemudian mereka dihilangkan nyawanya. Seluruh kekayaan dan aset kota dijarah dan dibakar,hampir semua penduduk dihilangkan nyawanya.

Adapun setelah pasukan Mongol memasuki wilayah Abbasiyah langsung memporak porandakan semua isi kota Baghdad termasuk banyak keluarga kerajaan yang melarikan diri dan Khalifah dihukum mati dengan dipenggal.[2

Menginjak tahun 1227, Jengis Khan sudah tidak mampu lagi memacu kudanya lebih cepat. Agaknya ketuaan telah beberapa tahun sebelumnya menghantui dirinya. Tepatnya pada 18 Agustus 1227, ia mangkat dengan meninggalkan istri, anak, keluarga, dan pengikutnya. Ketika ia meninggal, kerajaan Mongol sudah sedemikian luas terbangun dan tentu saja bayang-bayang akan tantangan mempertahankan eksistensinya dengan cepat berhembus. Sudah tentu, mereka yang berhak mewarisi kerja kerasnya itu adalah anak-anaknya. Jengis Khan dikaruniai empat anak. Kesatuan kerajaan bisa saja tercerai berai akibat perebutan tahta. Namun, hal tersebut tidak terjadi pada bangsa Mongol. Undang-undang Mongol telah menetapkan bahwa anak termuda diserahi tugas untuk mewarisi kepemimpinan dan menjaga tanah pihak ayahnya. Dengan kata lain, tanah air atau tanah tumpah darah bangsa Mongol diwariskan kepada putra termuda yang bernama Tuli. Sedangkan untuk ketiga anaknya yang lain, Jagatai (Chagatai) mendapatkan bagian utara dan sebelah timur laut Oxus. Daerah ini lebih dikenal dengan nama Transoxania. Sedangkan untuk Ogedei diwariskan daerah bagian timur, dan untuk yang anak tertua, Jochi, diserahi tugas mengurus sebagian besar daerah barat, termsuk kawasan Rusia. Enam tahun berselang sejak kematian Jengis Khan, Jochi berpulang, kedudukannya digantikan anaknya. Semasa hidupnya, Jengis Khan senantiasa memimpikan kerajaan besarnya berada dalam kesatuan terpusat. Walaupun dihadapkan pada realitas wilayah yang amat luas, bukanlah dianggap menjadi masalah utama. Ia tidak menyetujui konsep desentralisasi kekuasaan yang berarti pula membagi wewenang kekuasaan pada penguasa-peguasa di bawahnya.

Hal tersebut dipahami betul oleh keempat anak Jengis Khan. Salah satu di antara mereka harus ada yang menduduki Khan Agung tertinggi (Great Khan) yang membawahi empat wilayah pembagian Mongol. Untuk mengatasi hal tersebut, pada tahun 1229, diselenggarakan dewan rakyat Mongol yang dikenal dengan nama Qurultay. Pertemuan para pemuka Mongol itu menghasilkan keputusan bahwa Ogedei-lah yang didaulat menjadi Khan Agung. Sosok Khan Agung ini diceritakan mewarisi kemampuan bertempur ayahnya. Sikapnya terlihat tenang dan mencerminkan pemimpin yang tidak gegabah memimpin kerajaan tinggalan ayahnya. Segera ia mengadakan beberapa tindakan membangun birokrasinya dengan membuat ibukota baru di Qara Qum (Karakum).

Daerah ini dikenal sebagai gurun liar yang diupayakan sebagai daerah subur tempat tumbuhnya buah-buahan dan sayur mayur yang nantinya didistribusikan ke Mongolia dan China. Kota ini dikenal pula sebagai salah satu titik jalur dagang dan memiliki potensi strategis menjalin relasi niaga di antara India dan Asia Barat. Setelah memperoleh kemenangan yang gilang gemilang di Khawarizm, pasukan Mongol melanjutkan penaklukan atas seluruh Persia. Bukan hanya kawasan landai, pasukan Mongol juga menghampiri dataran tinggi Mesopotamia dan menghancurkan kekuatan-kekuatan yang menentangnya. Gruzia (Georgia) pun ditundukkan dan Anatolia dihancurkan. Semua pemuka wilayah serta rakyatnya menyatakan tunduk di depan Mongol. Tak berhenti sampai di situ. Pintu gerbang Eropa pun didobrak, yakni ketika Rusia digempur, Polandia dijajah dan Hongaria dibuat menderita. Iring-iringan Mongol pun sampai di pintu gerbang Wina (Austria). Namun, kelanjutan penaklukan Eropa nyatanya belum terpenhi ketika Ogodei berpulang. Eropa pun mengelus dada tanda selamat dari petaka pasukan Mongol. Sebagai bentuk pengakuan atas kehebatan Mongol menyentuh Eropa, Paus Innocent IV memberi izin kepada Universitas Paris untuk membuka program bahasa asing, yaitu Arab dan Tatar. Selain itu, Paus juga mengirimkan duta-dutanya secara berkala ke istana Qara Qum, sehingga seorang rahib dari ordo Frasiskan bisa mengikuti upacara penahbisan raja Mogol (Mongulistan), Goyuk. Mogol atau Moghulistan merupakan pecahan dari keluarga Chagatay.

C. Bangsa Mongol Dalam Kehancuran Dinasti Abbasiyah

Menurut suatu sumber arkeologis, nenek moyang bangsa Mongol diperkirakan telah mendiami sebelah selatan gurun Gobi pada 100.000 sampai 200.000 tahun yang lalu. Tepatnya pada masa Zaman Batu Awal. Sekitar abad pertama sebelum masehi, telah ada komunitas-komunitas manusia yang memiliki kebudayaan perunggu. Kebudayaan perunggu merujuk pada penggunaan alat-alat perunggu dalam pekerjaannya (bronze-working peoples). Memasuki abad ketiga SM, orang-orang Mongol mulai membentuk aliansi kesukuan untuk mengancam Cina. Mereka juga mulai menyebar ke pedalaman Asia sebagai pemburu di hutan maupun suku nomad. Bangsa Mongol banyak menghabiskan hidupnya dari stepa ke stepa. Mereka hidup berdampingan dengan suku-suku nomad lain yang nantinya merupakan leluhur dari orang Iran dan Turki[3].

Suku-suku nomad ini memiliki kesamaan bentuk dalam cara hidup maupun organisasi sosialnya. Stepa merupakan suatu padang rumput luas, umumnya datar dan hanya diselingi sedikit pepohonan. Keputusan mereka untuk menjalani kehidupan dengan cara berpindah-pindah bukanlah tanpa sebab. Hal ini berhubungan dengan kondisi tanah Mongolia yang keadaannya kurang subur dan diperparah dengan keadaan iklimnya yang ganas. Menginjak musim dingin yang dapat berlangsung 6 bulan dalam setahun, persediaan air menipis. Penyebab utamanya adalah karena sungai-sungai mengalir ke kutub utara, yang tentu saja bisa berubah keadaannya menjadi es sehingga sulit untuk digunakan Lebih jauh Lapidus menjelaskan bahwa, pola hidup masyarakat pastoral yang nomaden memungkinkan mereka menjalin relasi dengan komunitas lain, termasuk masyarakat pemukim.

Bangsa Mongol berasal dari suatu daerah di pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah sampai Siberia Utara, Tibet Selatan, Manchuria Barat, dan Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang dikaruniai dua putra kembar bernama Tatar dan Mongol. Kedua putra ini di kemudian hari melahirkan dua suku bangsa yakni Mongol dan Tartar.

Pengaruh bangsa mongol mencolok semenjak dari berdirinya kekaisaran mongol dan ekspansi ke belahan dunia yang membuat hampir setengah bumi tunduk pada kekuasaan mongol dengan serangan yang membabi buta tanpa mengenal kasihan termasuk dari keluarga kerajaan Abbasiyah.

D. Dampak Kehancuran Dinasti Abbasiyah

Adapun beberapa dampak dari kehancuran Dinasti Abbasiyah bagi kehidupan Masyarakat Islam maupun dunia :

- Era Kejayaan Islam akhirnya pudar setelah runtuhnya Abbasiyah

- Malukul Thawaif yang memisahkan diri dari Abbasiyah selanjutnya menjadi penerus era kejayaan Islam

- Banyak Ilmu pengetahuan yang dimusnahkan oleh bangsa Mongol

- Serangan mongol yang sangat luas hampir separuh daratan bumi membuat tidak termasuk Islam bahkan kristiani di Eropa juga merasakan dampak perubahan besar

- Kota Baghdad hancur lebur tidak bersisa

- Adapun setelah Mongol menghancurkan Abbasiyah banyak dari keluarga bangsawan Mongol yang mendapat hidayah dan masuk Islam

- Setelah masuknya Islam dari beberapa keluarga bangsawan Mongol maka berdirilah dinasti dinasti Islam dari keturunan Mongol

- Aliran aliran islam semakin memberikan pengaruh yang luas baik di bidang Fiqh, Tasawuf, Dll

- Bangsa Seljuk yang pernah mempengaruhi kerajaan Abbasiyah mendirikan kerajaan Seljuk dan periode selanjutnya menjadi cikal bakal berdirinya Dinasti Utsmaniyah

- Dunia Islam setelah periode keruntuhan banyak memecah belah kaum muslimin apalagi dengan berbagai aliran membuat pondasi Islam lemah

- Karena lemahnya pondasi Islam maka bangsa Eropa juga bisa memasuki wilayah Islam termasuk nanti tanah Yerusalem dengan berdirinya kerajaan Yerusalem

- Berdirinya dinasti hebat setelah keruntuhan Abbasiyah diantaranya Ayyubiyah, Mamalik, Bani Ahmar di Spanyol, Seljuk, dll[4]

 


[1] Kehancuran Dinasti Abbasiyah.Faktor Keruntuhan Abbasiyah.(Siti Nadroh).2015

[2] Invasi Mongol.Serangan Mongol ke Abbasiyah.(Rida Setiawati).2019

[3] Bangsa Mongol.Genghis Khan.(Nursyad).2014

[4] Sejarah Kebudayaan Islam.Dampak keruntuhan Abbasiyah.(Ratna Sari).2013 hal 27


Komentar

Postingan Populer